Berhadas di Tengah Tawaf, Harus Mengulang atau Boleh Melanjutkan?
Salah satu kekhawatiran yang sering muncul di benak para jamaah haji dan umrah adalah bagaimana jika hadas (baik kecil maupun besar) terjadi di tengah-tengah pelaksanaan tawaf. Ketika sedang khusyuk mengelilingi Ka’bah, tiba-tiba hadas datang. Lantas, bagaimana solusinya? Apakah harus berwudhu lalu mengulang seluruh putaran dari awal, atau bolehkah melanjutkan dari hitungan yang sudah dilakukan?
Syarat Suci dalam Tawaf Menurut Jumhur Ulama
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu kita pahami terlebih dahulu kedudukan suci dalam ibadah tawaf. Menurut jumhur (mayoritas) ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, suci dari hadas besar dan hadas kecil merupakan salah satu syarat sahnya tawaf. Artinya, tawaf dianggap sama seperti salat yang mensyaratkan pelakunya untuk berada dalam keadaan suci.
Dua Pilihan Saat Berhadas di Tengah Tawaf
Berdasarkan syarat di atas, ketika seseorang berhadas di tengah pelaksanaan tawaf, ia harus segera membatalkan tawafnya untuk bersuci (berwudhu). Setelah kembali suci, ada dua pilihan yang bisa diambil:
- Pilihan Utama (Aula): Mengulang Tawaf dari Awal Pilihan yang paling utama dan lebih hati-hati adalah dengan mengulang kembali tawaf dari putaran pertama. Mengapa ini yang diutamakan? Karena tindakan ini akan mengeluarkan kita dari khilaf (perbedaan pendapat di antara para ulama) dan memastikan ibadah tawaf kita sah tanpa keraguan sedikit pun.
- Pilihan Keringanan: Melanjutkan Sisa Putaran Namun, jika dirasa berat untuk mengulang dari awal—misalnya hadas terjadi saat sudah menyelesaikan enam putaran dan kondisi sangat padat—maka terdapat keringanan. Seseorang diperbolehkan untuk pergi berwudhu, lalu kembali untuk melanjutkan sisa putarannya saja tanpa harus mengulang dari awal. Dalam kasus tersebut, ia hanya perlu menambah satu putaran terakhir untuk menyempurnakan tujuh putaran.
Bagaimana Jika Tawaf Selesai dalam Keadaan Tidak Suci?
Lantas, muncul pertanyaan lanjutan: bagaimana jika seseorang baru menyadari bahwa ia tawaf dalam keadaan tidak suci setelah seluruh rangkaian ibadah selesai, atau bahkan setelah pulang ke tanah air? Bagaimana syariat memandang kasus seperti ini? Pembahasan mengenai hal ini memerlukan penjelasan lebih lanjut yang akan dibahas pada kesempatan berikutnya. Sumber