Bolehkah Wanita Menunaikan Haji atau Umrah Tanpa Mahram? Menilik Tiga Pendapat Ulama

Pertanyaan mengenai kebolehan seorang wanita untuk menunaikan ibadah haji atau umrah tanpa didampingi mahram menjadi salah satu topik yang sering dibicarakan di kalangan umat Muslim. Di tengah kemudahan transportasi dan jaminan keamanan yang semakin baik, bagaimana syariat Islam memandang persoalan ini?

Ada tiga jawaban atau pendapat dari para ulama mengenai hukum ini.

Pendapat Pertama: Wajib Ditemani Mahram

Pendapat pertama dipegang oleh sebagian ahli fikih (fuqaha). Menurut mereka, seorang wanita yang melakukan perjalanan jauh (safar), termasuk untuk tujuan ibadah haji dan umrah, wajib untuk didampingi oleh mahramnya. Mahram yang dimaksud adalah laki-laki yang haram untuk dinikahi, baik karena hubungan nasab (seperti ayah atau saudara laki-laki), hubungan perkawinan (seperti ayah mertua), atau hubungan persusuan. Pendapat ini sangat menekankan aspek perlindungan dan penjagaan bagi seorang wanita dalam perjalanannya.

Pendapat Kedua: Boleh dengan Rombongan yang Terpercaya

Pendapat kedua datang dari sebagian ulama fikih lainnya yang memberikan keringanan. Mereka membolehkan seorang wanita untuk menunaikan haji atau umrah tanpa mahram, dengan sebuah syarat penting: ia harus bepergian bersama rombongan wanita (jama’atun nisa) atau rombongan laki-laki yang dapat dipercaya dan menjaga amanah.

Dalam konteks modern, syarat ini dapat terpenuhi dengan bergabung bersama biro perjalanan atau travel yang memiliki reputasi baik dan terbukti mampu menjamin keamanan, kenyamanan, serta bimbingan bagi para jamaahnya selama di Tanah Suci. Pihak travel bertindak sebagai penanggung jawab yang memastikan tidak ada kekhawatiran mengenai keselamatan jamaah wanita tersebut.

Pendapat Ketiga: Boleh Sendirian Selama Perjalanan Aman

Pendapat ketiga bahkan lebih luas lagi. Sebagian ulama menyatakan bahwa seorang wanita dibolehkan untuk berangkat haji atau umrah sendirian, tanpa mahram dan tidak harus bersama rombongan. Namun, ini berlaku dengan syarat mutlak bahwa kondisi perjalanannya, mulai dari berangkat hingga kembali, benar-benar aman.

Faktor terpenting dalam pandangan ini adalah hilangnya ‘illah (alasan) dari larangan tersebut, yaitu kekhawatiran akan timbulnya fitnah atau bahaya bagi diri si wanita. Jika keamanan sudah terjamin, baik karena situasi umum suatu negara yang kondusif maupun kemajuan teknologi transportasi, maka larangan tersebut tidak lagi relevan.

Dari ketiga pandangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mengenai perjalanan wanita tanpa mahram untuk haji dan umrah bersifat fleksibel dan sangat mempertimbangkan konteks keamanan (al-amn).

Dengan demikian, bagi seorang wanita yang hendak pergi menunaikan ibadah haji atau umrah tanpa didampingi mahram, namun ia berangkat melalui pihak yang dapat menjamin keamanannya seperti biro perjalanan yang amanah, maka hal tersebut diperbolehkan dan tidak dilarang oleh syariat. Sebagaimana yang disebutkan dalam video, pandangan ini memiliki dasar, salah satunya dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, yang mengisyaratkan bahwa akan datang suatu masa di mana seorang wanita dapat bepergian jauh dengan aman tanpa rasa takut.

Kunjungi :
Layanan kami

Kategori: Berita