Iduladha: Makna Kurban dan Refleksi Pengorbanan dalam Menjalani Hidup
Di tengah gema takbir yang menggema ke seluruh penjuru, Iduladha datang bukan sekadar sebagai hari besar keagamaan, melainkan sebagai momen spiritual yang mengingatkan umat Islam akan makna ketaatan dan pengorbanan. Hari raya ini menyimpan pesan mendalam yang diwariskan sejak zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, ketika beliau diuji dengan perintah untuk menyembelih putranya, Ismail.
Peristiwa itu tidak hanya menggambarkan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya, tetapi juga menyiratkan makna universal tentang keikhlasan, pengorbanan, dan keteguhan iman dalam menghadapi ujian hidup.
Makna Iduladha
Iduladha, yang jatuh pada tanggal 10 Zulhijah, merupakan puncak dari rangkaian ibadah haji. Hari raya ini dikenal juga sebagai Hari Raya Kurban, karena umat Islam dianjurkan menyembelih hewan kurban sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah Swt.
Dalil Al-Qur’an – Surah Al-Hajj: 37
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi ketakwaan dari kamu-lah yang sampai kepada-Nya. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang diberikan-Nya kepadamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Hajj: 37)
Maknanya sangat dalam: yang diterima Allah bukanlah sekadar dagingnya, tetapi ketakwaan dan keikhlasan orang yang berkurban.
Refleksi Pengorbanan
Iduladha menjadi momentum untuk merenungi kembali sejauh mana kita siap “berkurban” demi nilai-nilai kebenaran dan ketakwaan. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail bukan sekadar sejarah, melainkan simbol spiritual sepanjang masa.
Dalil Al-Qur’an – Surah As-Saffat: 102–103
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.’ Ia menjawab, ‘Wahai ayahku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'”(QS. As-Saffat: 102–103)
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”(QS. As-Saffat: 106–107)
Nilai Refleksi
1. Ketaatan Tanpa Batas
Nabi Ibrahim menjalankan perintah tanpa ragu, walau harus mengorbankan hal yang sangat dicintainya.
2. Keikhlasan yang Utuh
Ismail menunjukkan kesabaran dan kepasrahan total atas perintah Allah.
3. Mengendalikan Ego Duniawi
Iduladha mengingatkan kita bahwa yang perlu “disembelih” dalam hidup adalah kesombongan, hawa nafsu, dan keterikatan pada dunia.
4. Kepedulian Sosial
Rasulullah saw. bersabda:“Tidak ada amalan yang dilakukan oleh anak Adam pada hari raya kurban yang lebih dicintai oleh Allah selain menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan itu akan datang pada hari kiamat lengkap dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sungguh darahnya akan jatuh di sisi Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka ikhlaskanlah jiwa kalian ketika berkurban.”
(HR. Tirmidzi, no. 1493; Hasan sahih)
Iduladha adalah cermin penghambaan dan ketundukan total kepada Allah. Pengorbanan bukan sekadar tentang menyembelih hewan, melainkan tentang merelakan yang kita cintai demi Allah, dan membersihkan hati dari hal-hal yang memperbudak jiwa.
Setiap dari kita punya “Ismail”, hal yang sulit kita lepaskan. Iduladha mengajarkan kita bahwa jika kita mampu menyerahkan segalanya kepada Allah, maka akan selalu ada “tebusan terbaik” dari-Nya.
Semoga kurban yang kita lakukan menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, menumbuhkan empati kepada sesama, dan memperkuat spiritualitas kita di tengah dunia yang penuh godaan.