Lupa Tahallul, Gagal Sa’i, atau Salah Niat Ketika Umroh Apa Hukumnya?

Umrah adalah salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki keutamaan besar. Meskipun bukan termasuk rukun Islam seperti haji, umrah tetap menjadi ibadah yang sangat dianjurkan bagi umat Muslim yang mampu secara fisik dan finansial. Pelaksanaan umrah melibatkan serangkaian ritual yang harus dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat. Bagaimana hukumnya apabila salah satu rukun umrah tidak terpenuhi? Pertanyaan ini penting untuk dijawab agar jamaah umrah memahami konsekuensi dan langkah yang harus diambil jika menghadapi situasi tersebut.

Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang rukun umrah, implikasi hukum jika salah satu rukun tidak terpenuhi.

Jika jamaah sedang melaksanakan umrah kemudian lupa tahallul atau gagal melakukan sa’i maka umroh sah namun wajib membayar dam (denda), kecuali jika sa’i adalah rukun (menurut sebagian ulama) yang jika ditinggalkan menyebabkan umroh batal. Salah niat (tentu yang membatalkan) juga membuat umroh tidak sah. Untuk umroh yang tidak sah, maka harus diulangi. 

Berikut adalah penjelasannya:

1. Lupa Tahallul 
  • Hukumnya:

Menurut ulama Syafiiyah, rukun umrah ada empat. Pertama, ihram dengan niat melakukan umrah. Kedua, melakukan thawaf. Ketiga, melakukan sa’i antara bukit Shafa dan bukit Marwah. Keempat, tahallul dengan mencukur atau memotong rambut minimal tiga helai rambut.

Dengan demikian, menurut ulama Syafiiyah, tahallul dengan mencukur atau memotong rambut termasuk bagian dari rukun umrah. Jika seseorang melaksanakan umrah namun tidak melakukan tahallul dengan mencukur atau memotong rambutnya minimal tiga helai rambut, maka umrahnya dinilai tidak sah.

Sementara menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, tahallul dengan mencukur atau memotong rambut bukan termasuk bagian dari rukun umrah, melainkan termasuk bagian dari wajib umrah. Oleh karena itu, jika seseorang melaksanakan umrah namun tidak melakukan tahallul dengan mencukur atau memotong rambutnya, maka umrahnya tetap dinilai sah, hanya saja dia wajib membayar dam sebagai gantinya.

  • Penjelasan:

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut;

يَجِبُ فِي الْعُمْرَةِ أَمْرَانِ:الأْوَّل: السَّعْيُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ، وَقَال غَيْرُهُمْ: هُوَ رُكْنٌ.الثَّانِي: الْحَلْقُ أَوِ التَّقْصِيرُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ، وَالْحَنَابِلَةِ، وَقَال الشَّافِعِيَّةُ فِي الرَّاجِحِ عِنْدَهُمْ: إِنَّهُ رُكْنٌ

Dua hal yang wajib dalam umrah. Pertama, melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah. Sementara menurut ulama lainnya, sa’i antara Shafa dan Marwah adalah rukun umrah. Kedua, mencukur atau memotong rambut menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Sementara menurut pendapat yang unggul di kalangan ulama Syafiiyah, mencukur atau memotong rambut adalah rukun umrah.

Meski ulama berbeda pendapat mengenai status tahallul dalam umrah, namun mereka sepakat bahwa jika seseorang telah melakukan tahallul umrah dengan mencukur atau memotong rambutnya, maka dia boleh melakukan apa saja yang sebelumnya diharamkan untuk dilakukan selama ihram umrah. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut;

التَّحَلُّل مِنْ إِحْرَامِ الْعُمْرَةِ: اتَّفَقَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ عَلَى أَنَّ لِلْعُمْرَةِ بَعْدَ أَدَائِهَا تَحَلُّلاً وَاحِدًا تُبَاحُ بِهِ لِلْمُحْرِمِ جَمِيعُ مَحْظُورَاتِ الإْحْرَامِ، وَيَحْصُل هَذَا التَّحَلُّل بِالْحَلْقِ أوِ التَّقْصِيرِ بِاتِّفَاقِ الْمَذَاهِبِ

Tahallul dari ihram umrah: Kebanyakan ulama fiqih telah sepakat bahwa umrah setelah selesai dilaksanakan hanya memiliki satu tahallul, yang dengan tahallul tersebut semua larangan-larangan ihram dibolehkan untuk dilakukan. Tahallul ini bisa terwujud dengan mencukur atau memotong rambut dengan kesepakatan para ulama madzhab.

2. Gagal Sa’i 
  • Hukumnya:

Gagal sa’i saat umroh hukumnya membuat umroh tidak sah jika sa’i dianggap sebagai rukun umroh, karena sebagian besar ulama sepakat bahwa sa’i adalah rukun haji dan umroh yang jika ditinggalkan akan membatalkan ibadah. Namun, menurut Imam Hanafi dan sebagian ulama, sa’i adalah wajib yang jika ditinggalkan mewajibkan denda (dam), bukan membatalkan umroh secara total.

  • Penjelasan:
  •  Menurut Mayoritas Ulama (Imam Syafi’i, Maliki, Hambali):

Sa’i adalah salah satu rukun umroh. Apabila rukun ini tidak terpenuhi atau ditinggalkan, maka umroh tersebut dianggap tidak sah. 

  • Menurut Imam Hanafi dan Sebagian Ulama:

Sa’i adalah wajib, bukan rukun. Jika ditinggalkan, jamaah tidak perlu mengulang umrohnya, namun wajib membayar denda (dam) sebagai kompensasi. 

  • Perbedaan Pendapat:
  • Perbedaan pendapat ini bersumber dari penafsiran terhadap Al-Qur’an (Surat Al-Baqarah ayat 158). Sebagian ulama menafsirkannya sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan, sementara yang lain melihatnya sebagai kebolehan, karena pada masa jahiliyah, Safa dan Marwah adalah tempat menyembah berhala
3. Salah Niat (Niat Membatalkan) 
  • Hukumnya: Umroh menjadi batal.
  • Penjelasan: Salah niat yang bisa membatalkan umroh adalah niat untuk menghentikan ibadah atau membatalkannya. Jika seseorang tidak memiliki niat untuk membatalkan umrohnya, maka umrohnya tidak batal karena niatnya tetap ada.

Jika Umroh Batal 

  • Jika salah satu rukun umroh tidak dilakukan, maka umrohnya dianggap batal dan harus diulangi.

Tindakan yang Harus Dilakukan

1. Segera Bertaubat dan Beristighfar:

Meminta ampunan kepada Allah SWT atas kesalahan yang terjadi. 

2. Membayar Dam:

Jika kesalahan adalah meninggalkan hal yang wajib (bukan rukun), maka harus membayar dam. 

3. Mengulangi Umroh:

Jika umroh dianggap batal karena rukunnya tidak terpenuhi, maka harus mengulang seluruh ibadah umroh tersebut. 

4. Konsultasi Ulama:

Tanyakan kepada ulama yang terpercaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang hukumnya. 

Kunjungi :
Layanan kami