Mabit di Mina: Malam Sunyi yang Sarat Makna dalam Rangkaian Haji
Setelah jutaan jamaah memadati Padang Arafah dan bermalam di Muzdalifah, perjalanan haji belum usai. Masih ada satu tempat yang menjadi saksi bisu perjalanan spiritual mereka: Mina. Di lembah sederhana ini, di antara tenda-tenda putih, para tamu Allah bermalam, merenung, dan bersiap melempar jumrah—simbol perlawanan terhadap godaan syaitan.
Apa Itu Mabit di Mina?
Mabit berarti bermalam atau tinggal sementara di suatu tempat. Sedangkan Mina adalah sebuah lembah yang terletak antara Muzdalifah dan Makkah, sekitar 5 km dari Masjidil Haram.
Dalam ibadah haji, mabit di Mina adalah bermalam pada tanggal 11, 12, dan opsional 13 Dzulhijjah, setelah wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah.
Mengapa Harus Mabit di Mina?
Mabit di Mina merupakan bagian dari rangkaian manasik haji. Tujuannya antara lain:
-
Menyempurnakan ibadah haji setelah wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah.
-
Mengikuti jejak Nabi Ibrahim dan Rasulullah ﷺ dalam ibadah.
-
Menjadi tempat pelaksanaan lempar jumrah: ula, wustha, dan aqabah.
-
Menjadi momentum tafakur, muhasabah, dan penyempurnaan makna penghambaan kepada Allah.
Dalil dari Al-Qur’an dan Hadis
Al-Qur’an:
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ
“Dan berzikirlah kepada Allah dalam beberapa hari yang ditentukan…”
(QS. Al-Baqarah: 203)
Penafsiran:
Yang dimaksud dengan ayyām ma‘dūdāt adalah hari-hari tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah), yaitu saat para jamaah bermalam di Mina (Tafsir Ibnu Katsir, Al-Qurthubi).
Hadis Shahih:
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:
“Rasulullah ﷺ bermalam di Mina pada hari-hari tasyriq dan melempar jumrah setelah matahari tergelincir.”
(HR. Bukhari no. 1742)
👉 Hadis ini menunjukkan bahwa mabit di Mina merupakan sunnah yang sangat dianjurkan, karena Rasulullah ﷺ melakukannya secara terus-menerus.
Pendapat Ulama
-
Mayoritas Ulama (Jumhur):
Mabit di Mina pada malam 11 dan 12 Dzulhijjah adalah wajib. Jika ditinggalkan tanpa uzur, jamaah dikenakan dam (denda) berupa penyembelihan seekor kambing.
(Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq) -
Mazhab Hanbali dan Syafi’i:
Mewajibkan mabit karena Nabi ﷺ melakukannya secara kontinu (muwāẓabah), kecuali bagi yang memiliki uzur, seperti orang yang melayani jamaah.
Mabit di Mina bukan sekadar menginap di tenda. Ia adalah malam-malam sakral yang menyambung rantai sejarah dari Nabi Ibrahim hingga Rasulullah ﷺ. Di balik sunyinya malam, para jamaah diajak untuk:
-
Berzikir dengan penuh kekhusyukan
-
Merenungi perjalanan iman
-
Bersiap melempar jumrah sebagai simbol melawan hawa nafsu dan syaitan
Dengan meneladani sunnah Nabi ﷺ dalam mabit di Mina, jamaah tidak hanya menyempurnakan ibadah haji secara lahiriah, tetapi juga mengukuhkan ketundukan total kepada Allah ﷻ dalam jiwa dan amal.
Baca juga:
Layanan kami
Pendaftaran Seleksi Mahasiswa ke Al-Azhar 2025