Memahami Makna ‘Mampu’ (Istitha’ah) sebagai Syarat Wajib Haji
Ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang menjadi impian setiap Muslim. Namun, kewajiban untuk menunaikannya tidak berlaku bagi semua orang, melainkan terikat pada satu syarat utama yang sering kita dengar: “Mampu” atau dalam istilah syar’i disebut istitha’ah. Konsep ‘mampu’ ini memiliki makna yang luas dan tidak hanya terbatas pada kemampuan finansial.
Berdasarkan penjelasan yang ada, syarat ‘mampu’ dapat diuraikan menjadi dua aspek utama: kemampuan dari segi rohani dan kemampuan dari segi jasmani.
1. Kemampuan dari Segi Rohani
Aspek rohani adalah fondasi utama yang menentukan sah atau tidaknya seseorang dikenai beban kewajiban beribadah. Kemampuan dalam kategori ini mencakup:
- Sehat Mental: Calon jemaah haji harus memiliki kesehatan jiwa yang stabil dan tidak mengalami gangguan yang dapat menghalangi pemahaman serta pelaksanaan ibadah.
- Berakal Sehat: Kewajiban haji berlaku bagi mereka yang memiliki akal sehat, sadar, dan mampu membedakan mana yang baik dan buruk.
- Baligh: Seseorang harus telah mencapai usia dewasa atau baligh, karena pada tahap inilah taklif atau beban syariat mulai diwajibkan.
2. Kemampuan dari Segi Jasmani dan Materi
Ini adalah aspek yang paling sering dibicarakan dan mencakup kondisi fisik serta material seseorang. Kemampuan jasmani terbagi menjadi beberapa poin penting:
- Mampu secara Finansial: Seseorang harus memiliki bekal yang cukup untuk biaya perjalanan, akomodasi, dan seluruh keperluan selama di tanah suci, tanpa harus mengorbankan nafkah wajib bagi keluarga yang ditinggalkan.
- Mampu secara Fisik: Ibadah haji menuntut kekuatan fisik yang prima. Calon jemaah harus memiliki tubuh yang sehat dan anggota tubuh yang berfungsi dengan baik untuk mampu melaksanakan seluruh rukun dan wajib haji, seperti tawaf, sa’i, wukuf, dan melempar jumrah.
- Terpenuhinya Kebutuhan Pokok: Selama menjalankan ibadah haji, kebutuhan dasar seperti makanan, minuman, dan tempat tinggal harus terjamin.
- Aman dalam Perjalanan: Kondisi perjalanan menuju ke tanah suci dan saat kembali ke tanah air harus aman dan tidak mengancam jiwa, harta, maupun kehormatan.
Ketika seorang Muslim telah memenuhi seluruh aspek kemampuan di atas—baik secara rohani maupun jasmani—maka hukum melaksanakan ibadah haji baginya menjadi wajib dan harus disegerakan. Menunda-nunda keberangkatan tanpa uzur syar’i setelah mampu dianggap sebagai sebuah kelalaian.
Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk bisa mencapai kemampuan tersebut dan diberi kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji di tanah suci.
Umrah bersama rehlata
Layanan kami