Hukum Umroh menurut 4 Mazhab

Dalam kehidupan seorang Muslim, menunaikan ibadah di Tanah Suci merupakan dambaan dan cita-cita mulia. Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan adalah umrah. Meskipun seringkali dianggap sebagai pelengkap ibadah haji, umrah memiliki kedudukan tersendiri dalam syariat Islam. Banyak umat Muslim bertanya-tanya, “Apa hukum umrah sebenarnya?”“Apakah umrah wajib seperti haji atau sunnah?”. Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita telusuri bersama dalil dan hukum umrah menurut empat mazhab utama dalam Islam.

Dalil Umroh :

Secara bahasa, ‘umrah (عُمرة) berarti berkunjung. Dalam istilah syar’i, umrah adalah ziarah ke Baitullah (Ka’bah) dengan tata cara tertentu, yakni melakukan ihram, thawaf, sa’i antara Shafa dan Marwah, serta tahallul.

Dalil dari Al-Qur’an

Allah ﷻ berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 196:

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah…” (QS. Al-Baqarah: 196)

Ayat ini menjadi dasar hukum umroh yang kuat dalam syariat. Ulama tafsir seperti Ibnu Katsir menjelaskan bahwa perintah dalam ayat ini menunjukkan bahwa umrah adalah ibadah yang disyariatkan dan memiliki tempat dalam rukun Islam meskipun tidak seutama haji.

Dalil dari Hadis

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Umrah ke umrah berikutnya merupakan penghapus dosa-dosa di antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasan selain surga.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan keutamaan ibadah umrah, bahwa ia menjadi sebab diampuninya dosa-dosa seorang Muslim, dan menunjukkan bahwa hukum ibadah umrah adalah ibadah yang sangat dianjurkan.

Hukum Umroh menurut 4 Mazhab

Berbeda dengan haji yang hukumnya wajib bagi yang mampu, hukum umrah menjadi titik bahas tersendiri dalam fiqih Islam. Empat mazhab memiliki pandangan berbeda tentang hukum melaksanakan umrah adalah sebagai berikut:

1. Pendapat Mazhab Syafi’i: Umrah Wajib Sekali Seumur Hidup

Mazhab Asy-Syafi’iyyah berpandangan bahwa hukum umrah adalah wajib setidaknya sekali seumur hidup, bagi yang mampu. Pandangan ini berdasarkan pada perintah dalam QS. Al-Baqarah: 196 yang bersifat amr (perintah), dan hukum asal dari perintah adalah wajib.

Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Majmū’:
“Umrah itu wajib menurut kami, sebagaimana pendapat Imam Ahmad dan sebagian besar ulama salaf.”

Pandangan ini juga sejalan dengan fatwa kontemporer seperti yang tercantum di situs Hukum Umroh Rumaysho, yang menyatakan bahwa umrah memiliki dasar syar’i yang kuat untuk diwajibkan bagi yang mampu secara fisik dan finansial.

2. Pendapat Mazhab Maliki: Sunnah Muakkadah dengan Ketentuan Khusus

Mazhab Maliki juga menganggap umrah sebagai sunnah muakkadah, bukan wajib. Imam Malik menilai bahwa dalil Al-Qur’an dan hadis tidak cukup kuat untuk menetapkan umrah sebagai kewajiban umum.

Namun, ada ketentuan khusus dalam mazhab ini: jika seseorang telah memasuki wilayah Makkah dan belum pernah melakukan umrah sebelumnya, maka umrah menjadi wajib baginya. Hal ini menunjukkan pentingnya ibadah umrah dalam konteks kedekatan fisik dengan Baitullah.

Mazhab Maliki juga tidak menganjurkan pengulangan umrah berkali-kali dalam satu musim, kecuali untuk niat tertentu seperti membadalkan orang lain.

3. Pandangan Mazhab Hanafi: Umrah sebagai Sunnah Muakkadah

Mazhab Hanafi berpandangan bahwa umrah tidak wajib, melainkan sunnah muakkadah, yakni ibadah yang sangat dianjurkan tetapi tidak berdosa jika ditinggalkan. Pendapat ini didasarkan pada interpretasi terhadap dalil syar’i, khususnya QS. Al-Baqarah: 196, yang menurut ulama Hanafiyah ditujukan bagi orang yang sudah memulai umrah, bukan sebagai kewajiban umum.

Meski tidak mewajibkan, mazhab Hanafi tetap menganjurkan pelaksanaan umrah bagi yang mampu secara fisik dan finansial. Bahkan, dalam praktiknya, banyak pengikut mazhab Hanafi tetap menunaikan umrah saat berada di Makkah, terutama berbarengan dengan pelaksanaan haji.

4. Mazhab Hanbali: Umrah Wajib dan Penuh Keutamaan

Mazhab Hanbali juga menetapkan umrah sebagai wajib sekali seumur hidup, mirip dengan pandangan mazhab Syafi’i. Imam Ahmad bin Hanbal mendasarkan pendapatnya pada QS. Al-Baqarah: 196 dan hadis-hadis seperti:

“Umrah adalah wajib seperti haji bagi yang mampu.” (HR. Ahmad dan Daruquthni)

Hanabilah (pengikut mazhab Hanbali) menganjurkan pelaksanaan umrah sedini mungkin, serta mendukung pengulangan umrah jika dilakukan dengan niat tulus.

Metode pengambilan hukum dalam mazhab Hanbali cenderung literal terhadap nash, menjadikan pendapatnya tegas dalam mendukung kewajiban umrah.

5. Toleransi terhadap Perbedaan Mazhab

Perbedaan dalam hukum umrah menunjukkan kekayaan khazanah fiqih Islam. Semua pendapat memiliki dasar dalil dan metode ijtihad yang sah, sehingga tidak layak dijadikan bahan perselisihan.

Sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi:

“Perbedaan di antara ulama adalah rahmat bagi umat ini.”

Dalam praktik umrah yang melibatkan jamaah lintas negara, sikap saling menghargai perbedaan mazhab sangat penting. Mengetahui ragam pandangan ini juga membantu jamaah lebih bijak, fleksibel, dan penuh toleransi saat beribadah di Tanah Suci.

Hukum Umrah dalam Pandangan Kontemporer

Dalam situs NU Online, hukum ibadah umrah juga dijelaskan secara komprehensif. Menurut pandangan Nahdlatul Ulama, umrah tetap merupakan ibadah yang disyariatkan, dengan hukum yang bisa menjadi wajib, sunnah, atau bahkan mubah tergantung pada niat dan kondisi seseorang.

Contohnya, hukum umrah sunnah apabila seseorang sudah pernah menunaikannya sekali dalam hidup dan ingin mengulanginya, maka keumrahannya berikutnya adalah sunnah.

Syarat dan Tata Cara Umrah

Sebelum menunaikan ibadah ini, penting bagi jamaah untuk memahami syarat umrah, di antaranya:

  • Islam
  • Baligh dan berakal
  • Merdeka (bukan budak)
  • Mampu secara fisik dan finansial

Sedangkan tata cara umroh yang benar dan sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ adalah:

  1. Ihram dari miqat
  2. Thawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 putaran
  3. Sa’i antara Shafa dan Marwah
  4. Tahallul (mencukur atau memotong rambut)
Refleksi dan Penutup

Setelah memahami berbagai pendapat ulama tentang hukum ibadah umrah, kita bisa menarik benang merah bahwa umrah adalah ibadah agung yang sangat dianjurkan dan bisa menjadi wajib tergantung pada kemampuan dan niat seorang Muslim. Umrah bukan sekadar perjalanan fisik ke Tanah Suci, melainkan perjalanan hati dan jiwa menuju kedekatan dengan Allah ﷻ.

Hukum ibadah umrah adalah bagian dari kasih sayang Allah, yang membuka banyak pintu pahala dan pengampunan. Bagi yang memiliki kelapangan rezeki dan kesehatan, jangan ragu untuk segera merencanakan keberangkatan. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

“Bersegeralah menunaikan haji dan umrah, karena sesungguhnya salah seorang dari kalian tidak tahu apa yang akan menghalanginya.”
(HR. Ahmad)

Mari jadikan umrah sebagai langkah awal kita untuk mendekat pada Allah dan menyucikan hati. Semoga setiap langkah kita di bumi Allah, khususnya di tanah Haram, menjadi saksi atas cinta kita kepada-Nya.

Ingin segera menunaikan umrah yang mabrur dan sesuai syariat? Percayakan perjalanan suci Anda kepada Rehlata Travel, mitra terpercaya dalam perjalanan ruhani menuju Baitullah.

Kunjungi :
Layanan kami