
Tawaf, mengelilingi Ka’bah, adalah salah satu rukun penting dalam ibadah haji dan umrah. Ibadah ini memiliki keutamaan dan keagungan yang luar biasa, sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menggambarkannya layaknya salat (sembahyang).
Namun, apakah tawaf memiliki batasan yang sama ketatnya dengan salat, terutama dalam hal berbicara?
Tawaf: Mirip Salat, Tapi Tidak Sepenuhnya Sama
Ketika kita melaksanakan salat, kita diwajibkan untuk menjaga kekhusyukan dan tidak diperbolehkan berbicara selain dari bacaan salat yang disyariatkan. Jika seseorang berbicara di luar bacaan salat, maka salatnya dapat batal.
Karena keagungannya, tawaf memang menyerupai salat. Namun, syariat Islam memberikan sedikit kelonggaran yang membedakannya. Inilah letak rahmat dan kemudahan (taysir) dalam ibadah.
Pendapat Sahabat Nabi Mengenai Batasan Bicara
Mengenai hukum berbicara saat tawaf, Sayyidina Ibnu Abbas radhiyallahu ta’ala anhu memberikan penjelasan yang menenangkan bagi para jemaah. Dalam riwayat yang dicatat oleh Imam At-Tirmidzi, Imam Baihaqi, Ibnu Hibban, dan para A’immah lainnya, beliau menegaskan:
“Tawaf itu layaknya salat. Namun Allah subhanahu wa ta’ala menghalalkan bagi orang yang tawaf untuk berbicara di luar dari bacaan tawaf ataukah zikir.”
Syarat Utama Diperbolehkannya Berbicara
Pernyataan Ibnu Abbas tersebut menunjukkan bahwa berbicara di luar zikir atau doa diperkenankan. Namun, kebolehan ini tidaklah mutlak. Ada satu syarat mendasar yang wajib dipenuhi oleh setiap orang yang sedang tawaf:
“Namun janganlah ia berbicara kecuali dalam hal kebaikan.”
Ini adalah kunci utamanya. Berbicara diperbolehkan, tetapi harus dijaga agar tidak mengurangi nilai pahala dan keutamaan ibadah tawaf itu sendiri.
Minimalisir Bicara dan Hindari Perkara Buruk
Dari petunjuk syariat ini, maka adab yang paling utama saat tawaf adalah:
- Meminimalisir Pembicaraan: Utamakan waktu tawaf untuk fokus pada doa, zikir, istighfar, dan tadharru’ (merendahkan diri) kepada Allah.
- Berbicara Hanya untuk Kebutuhan Mendesak: Jika seseorang terpaksa berbicara, seperti menanyakan arah, mengatur anggota rombongan, atau memberikan peringatan penting, maka hal tersebut diperbolehkan karena adanya hajat (kebutuhan).
- Menghindari Perkataan yang Merusak: Hal yang paling wajib dihindari adalah pembicaraan yang dapat merusak keutamaan tawaf dan mendatangkan dosa, seperti:
- Mencaci atau menghina orang lain.
- Mengadu domba.
- Melakukan ghibah (menggunjing) atau membicarakan aib orang lain.
Intinya, jika perkataan tersebut tidak termasuk hal yang baik, maka ditinggalkan. Ibadah tawaf adalah waktu yang sangat berharga di sisi Ka’bah, dan sepantasnya diisi dengan perkataan dan perbuatan yang mendatangkan pahala.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kita nikmat untuk bisa beribadah di Tanah Suci, melaksanakan tawaf dengan sempurna, dan menjaga lisan dari segala hal yang tidak bermanfaat. Sumber
