Pengertian Umrah, Hukum, Syarat, Rukun, hingga Keutamaannya

Bagi umat Muslim di seluruh dunia, Tanah Suci Mekkah adalah kiblat spiritual dan destinasi kerinduan yang tak pernah padam. Selain ibadah Haji yang merupakan rukun Islam kelima, terdapat satu ibadah agung lainnya yang juga dilaksanakan di Baitullah, yaitu Umrah.

Sering disebut sebagai “Haji Kecil”, Umrah adalah perjalanan ibadah yang memiliki keistimewaan dan tata cara tersendiri. Memahami esensi dari ibadah ini adalah langkah fundamental sebelum seseorang berniat dan mempersiapkan diri untuk berangkat.

Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk ibadah Umrah, mulai dari makna dasarnya, status hukumnya dalam syariat, siapa saja yang diwajibkan, apa saja pilar ibadahnya, hingga ganjaran spiritual yang dijanjikan.

1. Pengertian Umrah: Ziarah yang Bernilai Ibadah

Secara etimologi atau bahasa (Arab: عمرة), kata “Umroh” berasal dari al-i’timar yang memiliki makna “berkunjung” atau “ziarah”.

Namun, dalam terminologi syariat Islam, Umrah memiliki makna yang jauh lebih spesifik. Ia adalah sebuah ibadah yang dilaksanakan dengan sengaja mengunjungi Ka’bah di Masjidil Haram, Mekkah, untuk melakukan serangkaian amalan yang telah ditentukan, yaitu Ihram, Tawaf, Sa’i, dan diakhiri dengan Tahallul, semata-mata mengharap ridha Allah SWT.

Berbeda dengan Haji yang memiliki waktu pelaksanaan khusus (bulan-bulan Haji, puncaknya di Dzulhijjah), ibadah Umrah dapat dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun, kecuali pada hari-hari tertentu saat ibadah Haji sedang berlangsung (seperti hari Arafah dan hari Tasyrik).

2. Hukum Melaksanakan Umroh

Mengenai status hukum ibadah Umrah, terdapat perbedaan pandangan (ikhtilaf) di antara para ulama mazhab. Perbedaan ini umumnya terbagi menjadi dua pendapat utama:

  1. Wajib (Sekali Seumur Hidup) Pendapat ini dipegang oleh ulama dari mazhab Syafi’i dan Hanbali. Mereka berpandangan bahwa hukum Umrah adalah wajib, sama seperti Haji, bagi setiap Muslim yang mampu ( istitha’ah) untuk melaksanakannya, setidaknya satu kali seumur hidup. Landasannya seringkali merujuk pada beberapa dalil Al-Qur’an dan Hadits yang menyandingkan perintah Haji dan Umroh.
  2. Sunnah Mu’akkadah (Sunnah yang Sangat Dianjurkan) Pendapat ini dianut oleh ulama dari mazhab Maliki dan Hanafi. Mereka memandang Umrah sebagai ibadah yang sangat ditekankan dan dianjurkan (sunnah mu’akkadah), namun tidak sampai pada derajat wajib. Bagi mereka, meninggalkannya tidak berdosa, tetapi melaksanakannya akan mendatangkan pahala yang sangat besar.

Terlepas dari perbedaan status hukumnya, seluruh ulama sepakat bahwa Umroh adalah sebuah ibadah yang agung dan memiliki kedudukan tinggi dalam Islam.

3. Syarat Wajib dan Sah Umrah

Syarat adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum ibadah itu menjadi wajib atasnya atau agar ibadahnya dianggap sah. Syarat-syarat ini meliputi:

  • Islam: Ibadah Umrah hanya diwajibkan dan sah jika dilakukan oleh seorang Muslim.
  • Baligh: Telah mencapai usia dewasa (bukan anak-anak). Anak-anak boleh melaksanakan Umroh, namun itu tidak menggugurkan kewajiban Umrohnya kelak saat ia dewasa.
  • Berakal (Aqil): Tidak dalam kondisi gila atau mengalami gangguan jiwa yang menghilangkan kesadaran.
  • Merdeka: Bukan seorang budak (syarat ini relevan dalam konteks fiqih klasik).
  • Istitha’ah (Mampu): Ini adalah syarat kunci yang mencakup beberapa aspek:
    • Kemampuan Materi: Memiliki bekal finansial yang cukup untuk biaya perjalanan, akomodasi, dan kebutuhan selama di Tanah Suci, serta mencukupi nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan.
    • Kemampuan Fisik: Memiliki kesehatan yang memadai untuk melaksanakan rangkaian ibadah fisik seperti Tawaf dan Sa’i.
    • Keamanan: Perjalanan menuju Tanah Suci dipastikan aman dan tidak mengancam jiwa.
  • Bagi Wanita: Disyaratkan harus didampingi oleh mahram (suami atau kerabat laki-laki yang haram dinikahi). Namun, dalam fiqih kontemporer, sebagian ulama memperbolehkan wanita bepergian tanpa mahram asalkan ia pergi bersama rombongan wanita yang terpercaya (tsiqah) atau dalam kondisi perjalanan yang dipastikan aman.

4. Rukun Umrah: Pilar Tak Tergantikan

Rukun adalah pilar atau bagian inti dari sebuah ibadah. Jika salah satu rukun ini tertinggal atau tidak dilaksanakan, maka ibadah Umrohnya secara keseluruhan dianggap tidak sah dan tidak bisa diganti dengan denda (dam). Rukun Umrah harus dilaksanakan secara tertib (berurutan).

Berikut adalah 4 (empat) rukun utama Umroh:

  1. Ihram (Niat) Ini adalah rukun pertama, yaitu niat untuk memulai ibadah Umrah. Niat ini dilafazkan di Miqat (batas-batas wilayah yang telah ditentukan) dan ditandai dengan mengenakan pakaian Ihram. Bagi pria, berupa dua helai kain putih tanpa jahitan, dan bagi wanita, pakaian yang menutup aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Saat berihram, semua larangan ihram mulai berlaku.
  2. Tawaf Setelah tiba di Masjidil Haram, rukun selanjutnya adalah Tawaf. Yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran, berlawanan arah jarum jam. Tawaf dimulai dari Hajar Aswad dan diakhiri di titik yang sama. Selama Tawaf, jamaah disunnahkan untuk berdzikir, berdoa, atau membaca Al-Qur’an.
  3. Sa’i Selesai Tawaf (dan shalat sunnah di belakang Maqam Ibrahim), jamaah bergerak menuju bukit Shafa untuk memulai Sa’i. Sa’i adalah berjalan (dan berlari-lari kecil di area tertentu bagi pria) bolak-balik antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Perjalanan dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan sebaliknya dihitung satu kali, sehingga Sa’i akan dimulai di Shafa dan berakhir di Marwah.
  4. Tahallul Rukun terakhir adalah Tahallul, yang bermakna “menjadi halal” atau terbebas dari larangan Ihram. Ini dilakukan dengan cara memotong atau mencukur sebagian rambut kepala. Bagi pria, yang paling utama (afdhal) adalah mencukur gundul (halq). Bagi wanita, cukup memotong beberapa helai rambut (minimal tiga helai) sepanjang ujung jari.

Setelah Tahallul, selesailah rangkaian ibadah Umrah, dan semua larangan Ihram telah gugur.

5. Keutamaan (Fadhilah) Ibadah Umrah

Melaksanakan ibadah Umroh dilandasi oleh janji-janji pahala dan keutamaan yang luar biasa dari Allah SWT. Di antara keutamaan tersebut adalah:

  • Sebagai Tamu Allah (Duyufurrahman) Orang yang melaksanakan Haji dan Umrah disebut sebagai Duyufurrahman atau “Tamu Allah”. Sebagai tamu, Allah menjanjikan bahwa doa-doa mereka akan dikabulkan (mustajab) dan permohonan ampun mereka akan diterima.
  • Menghapus Dosa Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Satu Umroh ke Umroh berikutnya adalah kaffarah (penebus dosa) di antara keduanya.” Ibadah Umroh yang mabrur menjadi sarana pembersihan diri dari dosa-dosa yang telah lalu.
  • Menghilangkan Kefakiran Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk mengiringi ibadah Haji dengan Umrah (atau sebaliknya) karena keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan dosa, layaknya proses pembakaran yang menghilangkan karat dari besi, emas, dan perak.
  • Pahala Setara Haji di Bulan Ramadhan Ini adalah salah satu keutamaan terbesar. Melaksanakan ibadah Umrah pada bulan suci Ramadhan memiliki keistimewaan pahala yang setara dengan melaksanakan ibadah Haji, atau bahkan (dalam riwayat lain) setara dengan berhaji bersama Rasulullah SAW.

Umrah adalah sebuah perjalanan spiritual yang memadukan pengorbanan fisik, materi, dan kesucian hati. Dengan memahami setiap aspeknya mulai dari niat yang lurus, syarat yang terpenuhi, hingga rukun yang dilaksanakan dengan sempurna seorang Muslim dapat berharap meraih predikat Umroh yang mabrur (diterima), yang balasannya tidak lain adalah ampunan dosa dan keberkahan hidup.